July 28, 2010

Belajar dari 'Negeri Sakura'

Tahukah kamu ada fenomena menarik yang pernah terjadi di Jepang?

Di Kota Minamata semuanya terjadi. Penyakit berbahaya yang menghantui kota ini selama kurun waktu yang cukup lama sampai-sampai memakan korban lebih dari 2000 orang di tahun 1956. Penyakit ini berakibat kerusakan pada sisem saraf manusia akibat kandungan metil merkuri yang masuk dalam tubuh,

Berbagai opini mengemukakan pendapatnya penyebab dari bencana ini. Salah satunya mengatakan bahwa penyebabnya adalah karena warga Jepang gemar memakan ikan laut. Sedangkan pada saat itu populasi ikan dan kerang yang ada dalam Teluk Minamata tercemar akibat limbah pabrik pupuk kimia yang diproduksi oleh Chisso Corporation. Diperkirakan sebanyak 27 ton metal merkuri yang dibuang ke Teluk Minamata sejak 1932-1968.

Sejak peristiwa ini terjadi warga Minamata lebih giat dalam menanggulangi masalah polusi demi memulihkan keadaan lingkungannya. Untuk rencana nasional pemerintah Jepang telah meluncurkan proyek pencegahan polusi, diantaranya reklamasi pantai Teluk Minamata yang sekarang menjadi eco park. Sedangkan warganya sendiri juga sangat pedli terhadap lingkungan yang mereka tempati. Mereka menanggulangi permasalahan sampah rumah tangga. Di rumah mereka sendiri juga diharuskan menyediakan 22 jenis tempat pemilahan sampah yeng berbeda. Memisahkan botol-botol berdasarkan warnyanya, kaleng-kaleng berdasarkan behannya. Sedangkan jenis sampah berbahaya dan beracun seperti lampu neon dan baterai dikirim ke tempat pengolahan sampah khusus yang berada di Hokaido.

Cara seperti ini juga layak ditiru di Negara kita. Mengingat keadaan bumi yang sudah semakin menggelisahkan. Mungkin contoh terdekat di sekitar ibukota adalah Bantar Gebang. Disana kita dapat memanfaatkan limbah sampahnya menjadi pupuk organic. Serta mulai menghimbau pemilik sampah rumah tangga agar mengkondisikan sampah-sampah mereka sebaik mungkin. Seperti mengelompokkannya dengan sampah-sampah yang sejenis. Ataupun mendaur ulang sampah-sampah tersebut untuk memperlama masa hidupnya.

Pembenaran ini harus dimulai dari detik ini. Segera lakukan hal sekecil apapun untuk melakukan perubahan yang besar demi masa depan bumi kita. Jangan menunggu hingga Indonesia memiliki gunung sampah.

July 21, 2010

Pemanfaatan Limbah Ikan untuk Pupuk Organik

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas danhanya 1/5 saja yang merupakan daratan. Dengan kondisi inilah, bidang perikanan menjadi sektor terbesar bagi rakyatnya. Namun potensi besar itu belum mampu dioptimalkan, sehingga belum menjadi andalan pemerintah sebagai sektor ekonomi yang menjanjikan.

Sektor perikanan belum menjadi penting bagi sumber ekonomi Indonesia dikarenakan penanganan potensi yang kurang tepat oleh pemerintah maupun masyarakat, sehingga menjadikan ikan seperti barang sampah yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Ini terjadi karena ikan merupakan salah satu jenis produk perikanan yang mudah mengalami kerusakan (most perishable food). Dari data yang dapat dikumpulkan, setiap musim masih terdapat antara 25 – 30% hasil tangkapan Ikan Laut yang akhirnya harus menjadi ikan sisa atau ikan buangan yang disebabkan karena berbagai hal antara lain Keterbatasan pengetahuan dan sarana para nelayan di dalam cara pengolahan ikan. Misalnya, hasil tangkapan tersebut masih terbatas sebagai produk untuk dipasarkan langsung (ikan segar), atau diolah menjadi ikan asin, pindang, terasi serta hasil-hasil olahannya. Selan itu juga tertangkapnya jenis-jenis ikan lain yang kurang berharga ataupun sama sekali belum mempunyai nilai di pasaran, yang akibatnya ikan tersebut harus dibuang kembali.


Untuk memaksimalkan potensi perikanan dan banyaknya ikan yang terbuang sia-sia tanpa ada nilai ekonimisnya maka perlu dilakukan suatu terobosan baru dalam memanfaatkan setiap bagaian dalam bidang perikanan salah satunya adalah dengan memanfaatkan limbah ikan atau mungkin ikan-ikan yang tidak ekomomis penting dan ikan yang terbuang sia-sia. Pemanfaatan ini, salah satunya adalah menjadikan pupuk organik.


Untuk itulah, ikan sisa atau ikan-ikan yang terbuang itu ternyata masih dapat dimanfaatkan, yaitu sebagai bahan baku pupuk organik lengkap, yakni pupuk dimana kandungan unsur-unsur makronya terbatas (tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman) dan harus dilengkapi dengan penambahan unsur lainnya sehingga kandungan Nitrogen, Fosfor) dan Kalium-nya sesuai yang dibutuhkan.


Kelompok unsur tersebut sangat dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman agar memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Namun, tanah ternyata tidak dapat menyediakan jumlah unsur-unsur tersebut sesuai kebutuhan. Karenanya, agar tanaman tumbuh dan berkembang secara subur, petani harus menambahkan sumber tersebut dalam bentuk pupuk.


Kandungan lemak berpengaruh didalam proses pembuatan pupuk organik, karena prosesnya berjalan dalam dua tahap, yaitu proses fisik melalui penggilingan bahan-bahan yang dipergunakan, dan proses biologis yaitu lanjutan proses yang dikenal dengan fermentasi non-alkoholik atau proses ensiling.


Pupuk organik lengkap yang terbuat dari bahan baku ikan memiliki kualitas sebagai pupuk yang lebih dibandingkan dengan pupuk organik lain, apalagi kalau dibandingkan dengan pupuk kompos, pupuk kandang, ataupun pupuk hijau. di Indonesia saat ini telah banyak beredar pupuk organik yang terbuat dari ikan dengan aneka merk, baik produksi dalam negeri maupun impor. Sayangnya, yang masih memenuhi persyaratan masih terbatas.


Masih banyak hal yang perlu dikaji lagi mengenai pemanfaatan limbah perikanan untuk produksi pupuk organik. Ini karena masih banyak hal yang menjadikan kendala dalam pembuatan pupuk organik. Sehingga perlu adanya terobosan baru untuk mengurangi kandungan lemak dan protein tersebut sebelum diterapkan menjadi pupuk organik atau terdapat tanaman pangan yang cocok dengan pupuk organik dari limbah ikan ini.


Tapi melihat peluang ini, pengembangan mengenai pupuk organik ini membuka jalan untuk mengurangi penggunaan pupuk buatan sehingga ke depan akan lebih bisa menjaga kesuburan tanah dengan mineral-mineral tanah yang dapat memenuhi kebutuhan tanaman pangan. Apalagi di dukung dengan kebijakan pemerintah yang akan menjadikan Pertanian sebagai salah satu tonggak penopan ekonomi negara. (yurmay)

Proses Pencemaran Lingkungan dan Langkah Penyelesaian


Proses Pencemaran

Proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebabkan pencemaran.

Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis). Sebenarnya alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (self recovery), namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui, maka pencemar akan berada di alam secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan, tumbuhan dan ekosistem.

Langkah Penyelesaian

Penyelesaian masalah pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian. Langkah pencegahan pada prinsipnya mengurangi pencemar dari sumbernya untuk mencegah dampak lingkungan yang lebih berat. Di lingkungan yang terdekat, misalnya dengan mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan, menggunakan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle).

Di bidang industri misalnya dengan mengurangi jumlah air yang dipakai, mengurangi jumlah limbah, dan mengurangi keberadaan zat kimia PBT (Persistent, Bioaccumulative, and Toxic), dan berangsur-angsur menggantinya dengan Green Chemistry. Green chemistry merupakan segala produk dan proses kimia yang mengurangi atau menghilangkan zat berbahaya.

Tindakan pencegahan dapat pula dilakukan dengan mengganti alat-alat rumah tangga, atau bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan yang lebih ramah lingkungan. Pencegahan dapat pula dilakukan dengan kegiatan konservasi, penggunaan energi alternatif, penggunaan alat transportasi alternatif, dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Langkah pengendalian sangat penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat. Pengendalian dapat berupa pembuatan standar baku mutu lingkungan, monitoring lingkungan dan penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan. Untuk permasalahan global seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, dan pemanasan global diperlukan kerjasama semua pihak antara satu negara dengan negara lain. (yurmay)

July 20, 2010

Banyak sampah, sedikit tempat sampah. Apa kata dunia?

Tak heran jika Indonesia semakin panas. Karena global warming telah menampakan batang hidungnya. Suhu udara meningkat, banyak pulau yang telah hilang, gletser mencair, dan hutan sebagai “Bapak Penyelamat” tampak tak tebal di Negara Tropis ini, Indonesia.


Seperti yang telah banyak dikumandangkan oleh pemerintah pusat maupun daerah dan organisasi-organisasi peduli lingkungan untuk membuang sampah pada tempatnya. Artikel ini pun akan kembali melugaskan kata “Buanglah sampah pada tempatnya!”. Dalam kalimat itu kita tidaklah diperintahkan untuk membayar sejumlah uang, bekerja di depan komputer berjam-jam, ataupun mengerjakan soal fisika. Hanya membuang sampah yang kita hasilkan sendiri ke tempat yang semestinya. Hal itu amat mudah, semudah membalikan telapak tangan.


Namun tindakan membuang sampah menjadi semudah membalikan telapak kaki jika tempat sasaran alias tempat sampah tidak ada. Sering kali penulis menjumpai masalah demikian. Alhasil saku baju pun penuh dengan sampah. Jika ada sampah yang ingin dibuang lagi, haruskah penulis meletakkanya di balik kerah kemeja? Tentu tidak! Memang saya tempat sampah! Professor sekali pun pasti langsung membuang sampah-sampah tersebut begitu saja.


Contoh kecil adalah tempat pengisian bahan bakar. Pernah saya kunjungi suatu pom bensin yang bagus sekali dengan berupa-rupa kelap kelip lampu dan beraneka food court didalamnya. Namun tempat sampah sulit sekali ditemui, apa sulit menyediakan satu atau dua tempat sampah di setiap food court? Bahkan harga makanan yang dijual pun lebih mahal daripada harga tempat sampah pada umumnya.


Inilah hal yang kurang diperhatikan pemerintah dan antek-anteknya, menghimbau namun tidak memerhatikankan sarana penunjangnya. Bukankah lebih baik banyak tempat sampah dibandingkan banyak sampah bergelimang? Hal tersebut perlu diperhatikan dan dikerucutkan pada tempat-tempat yang ramai. Sehingga niat baik untuk membuang sampah dapat tersalur. (Indah)

July 05, 2010

Kekeringan Melanda Dunia


Masalah sanitasi dan air bersih telah menjadi ancaman di seluruh dunia. Bencana ini menyebar luas dan akan terus menjalar.

Salah satu area dengan tanah kering adalah China, di mana penduduk masih sedang berusaha memulihkan diri dari badai pasir besar yang bercampur dengan limbah idustri saat mendera pada pekan lalu.

Saat melanda badai mewarnai langit Beijing, dan penduduk harus menggunakan masker.

Badai yang pernah melanda Mongolia itu tidak hanya menyerang Beijing, tetapi juga Hongkong, Korea Selatan dan Taiwan. Badai ini bahkan mungkin telah mencapai selatan Amerika Serikat.

Penyebabnya adalah kuantitas perladangan yang berlebihan, pertambahan penduduk dan penyalahgunaan hutan. Pemerintah dan masyarakat China telah mengambil langkah untuk menangani masalah gurun yang membesar dan meliputi 20% wilayah China.

Daerah lain di China bagian selatan yang biasanya lembab, sekarang mengalami kekeringan. Pemerintah China juga telah membuka museum nasional tentang air untuk menekankan konservasi air.

China tidak sendirian. Di Australia, para pejabat mencari solusi untuk meringankan kekeringan terburuk dalam satu abad.

Di Guatemala, September lalu PBB memperkirakan kerugian produksi pertanian yang disebabkan oleh kekurangan air telah mempengaruhi sekitar 2,5 juta orang di negara tersebut. Kekeringan ini adalah yang terburuk selama 30 tahun.

PBB dalam laporan bulan lalu menyebut pasokan air yang semakin langka memperburuk kerusakan, tidak hanya itu perselisihan internal juga terjadi di antara penduduk sipil.

Beberapa ahli termasuk Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon berpendapat kerusakan lingkungan dan masalah akses air bersih menjadi penyebab kekerasan di Darfur.

Di lain pihak California Selatan tampaknya menghadapi perjuangan tak berujung soal pasokan air. Ini bukti daerah makmur sekalipun termasuk negara industri juga mengalami masa-masa sulit karena masalah kekeringan ini.

Beberapa ahli percaya bahwa pengendalian sumber daya air akan menjadi lebih penting dalam tahun-tahun mendatang, terutama jika perubahan iklim terus menyebabkan pemanasan di beberapa bagian dunia dan pola-pola cuaca yang tak menentu. Beberapa bahkan menyebut air sebagai “minyak di masa mendatang”. (sumber: inilah.com) DeMay

July 03, 2010

Konversi Hutan Alam Mengancam Habitat



Menjamurnya perkebunan, hotel, pemukiman penduduk, bahkan objek pariwisata di lahan hijau merupakan hasil dari konversi hutan yang berlebihan. Tentunya konversi hutan alam yang berlebihan tersebut mengakibatkan dampak-dampak buruk yang menghambat kelangsungan kehidupan setiap makhluk hidup di wilayah tersebut, salah satunya kehidupan hewan liar yang habitatnya telah beralih fungsi demi kepentingan pribadi manusia.

Di Kalimantan, satwa liar tidak dapat lagi menjelajahi habitatnya yang telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Selanjutnya, Orang Utan sebagai salah satu jenis satwa yang dilindungi, dianggap musuh atau hama oleh para manager kebun kelapa sawit, serta penggunaan herbisida dan pestisida dapat mempengaruhi komposisi jenis satwa dan mencemari aliran air. Bahkan sering kita lihat di televisi kejadian hewan liar mengamuk atau berkeliaran di pemukiman penduduk. Misalnya, di Riau yang mengakibatkan matinya enam gajah di kebun kelapa sawit bekas hutan Mahato di perbatasan Riau-Sumatra Utara serta mengamuknya 17 gajah di Desa Balai Raja, Duri, Kabupaten Bengkalis pada 2009 lalu. Kemudian, harimau sumatra yang memangsa ternak milik penduduk desa di kawasan Sipirok, Tapanuli Selatan. Lalu, gajah yang mengamuk di Langkahan, Aceh menghancurkan beberapa rumah dan memporak porandakan perkebunan rakyat.

Yang sering dijadikan solusi hingga kini ialah penangkapan satwa yang tidak jarang berujung pada kematian satwa atau membawanya ke pusat rehabilitasi satwa, sementara di lain pihak konversi hutan terus berlanjut. Berdasarkan data WWF Indonesia, konversi lahan yang terjadi di hutan Balai Raja sejak tahun 1986 amat mencengangkan. Tutupan hutan yang menjadi habitat gajah dan harimau sumatera itu tinggal 260 hektar pada tahun 2005. Sedangkan, pada tahun 1986 ketika bersamaan ditetapkan sebagai suaka margasatwa, tutupan hutan Balai Raja masih sekitar 16.000 hektar. Rumah bagi kedua jenis satwa dilindungi itu pun menyusut drastis hingga dalam tujuh tahun terakhir, populasi gajah sumatera berkurang dari sekitar 700 ekor menjadi 350 ekor.

Sebenarnya tidak akan menjadi masalah apabila lokasi yang akan dikonversi telah mempertimbangkan dengan benar aspek keanekaragaman hayati kawasan hutannnya serta dampak pembangungan bagi kawasan lainnya. Namun, langkah yang dinilai paling tepat ialah mengurangi atau bahkan menghentikan laju konversi hutan alam untuk menekan potensi konflik antara manusia dengan satwa. (tre)

July 02, 2010

10 Negara Penyumbang Kerusakan di Bumi

#10. Peru






Negara di Amerika Selatan ini menduduki peringkat kesepuluh sebagai negara pencipta dampak negatif terhadap lingkungan di dunia. Dari 179 negara, Peru menempati peringkat 2 untuk penangkapan liar di laut dan peringkat 7 untuk penangkapan ilegal spesies yang terancam punah.


#09. Australia




Hanya 11,5% dari seluruh lahan tanah di Australia yang kini dilindungi oleh pemerintah, lahan ini adalah tempat tumbuhnya pepohonan. Australia menempati posisi ke 7 terburuk dalam penggunaan lahan tempat tinggal, ke 9 untuk penggunaan pupuk, dan peringkat ke 10 untuk kehilangan hutan alam.

#08. Rusia





Kurang dari separuh masyarakat Rusia mendapat akses air minum yang aman. Limbah kota dan kontaminasi nuklir menyumbang masalah besar pada sumber air utama. Rusia di posisi ke 4 untuk pencemaran air terburuk, peringkat ke 5 terburuk kualitas udara emisi CO2. Ada 200 kota di Rusia yang melebihi batas polusi. Rusia juga memperoleh peringkat ke 7 untuk penangkapan liar di laut.



#07. India


Akibat meningkatnya persaingan air di berbagai sektor, seperti pertanian, industri, domestik, minum, dan lain-lain menyebabkan India berada pada peringkat 3 pencemaran air. Persaingan ini pula menyebabkan sumber daya berharga cepat habis. Polusi air juga menyebabkan kehancuran habitat satwa liar di perairan. India menempati peringkat 8 untuk 3 kategori : Spesies terancam, penangkapan ikan di laut, dan emisi CO2.



#06. Mexico

Meksiko sebagai salah satu negara pemilik spesies hewan dan tanaman terbesar di seluruh dunia, pada pertengahan 1990-an banyak spesies daketahui terancam punah. Meksiko tidak bergabung dalam Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka (CITES). Hal ini menjadikan Meksiko sebagai peringkat 1 untuk spesies terancam. Juga peringkat ke 9 pada tingkat kehilangan hutan alam peling banyak di dunia.

#05. Jepang

Jepang menempati peringkat ke 4 perdagangan ikan di laut. Menempati peringkat ke 5 untuk konvensi habitat alam dan pencemaran air, dan ke 6 untuk emisi CO2.

#04. INDONESIA

Menurut Global Forest Watch, Indonesia adalah wilayah padat hutan pada tahun 1950. Namun 50 tahun berikutnya kurang lebih 40% kekayaan hutan itu menghilang. Hutan hujan tropis di Indonesia jumlahnya jatuh dari 162 juta ha2 menjadi 98 juta ha2 saja. Untuk itu, Indonesia menempati peringkat ke 2 di hilangnya hutan alam, efeknya Indonesia menempati peringkat ke 3 tempat untuk spesies terancam. Indonesia menempati peringkat 3 untuk emisi CO2, 6 untuk penangkapan laut, 6 untuk penggunaan pupuk, dan 7 untuk pencemaran air.



#03. China


Perairan pesisir China semakin tercemar oleh segala sesuatu mulai darei minyak, pestisida dan air limbah. Pencemaran ini membantu China sebagai negara nomor 1 untuk pencemaran air udara. Di China, 20 juta orang tidak memiliki akses untuk air bersih, lebih dari danau dan sungai 70% tercemar, dan insiden polusi besar terjadi di rumah penduduk.

#02. USA

Meskipun Amerika menempati peringkat 211 terbaik untuk konvensi tempat tinggal dan menghormati alam, namun perilaku buruknya melampaui negara-negara lain. Dalam hal ini Amerika adalah pengguna terbesar nitrogen, fosfor dan potasium (NPK). Amerika serikat merupakan peringkat 1 emisi CO2, peringkat 2 tempat polusi air, peringkat 3 penangkapan ikan di laut, serta peringkat 9 untuk spesies terancam.

#01. Brazil

Brazil termasuk dalam setiap 10 besar kategori negara panyumbang kerusakan di bumi, kecuali penangkapan ikan di laut. Peringkat Brazil dapat dilihat sebagai berikut :

#1 kehilangan hutan alam
#3 penggunaan pupuk
#4 spesies terancam
#4 emisi CO2
#8 polusi air

(Rizkyu)

sumber : wordpress.com (dengan perubahan)

July 01, 2010

PENGENDALIAN PEMANASAN GLOBAL

Semakin hari bumi kita tercinta ini semakin disibukkan dengan permasalahan yang hampir mengakar. Permasalahan ini bukan hanya dialami satu Negara saja. Melainkan seluruh Negara dibelahan bumi ini juga sudah sangat khawatir terhadap keadaan bumi saat ini sampai beberapa tahun mendatang. Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia semakin meningkat pertahunnya. Peningkatan ini diperkirakan hingga 1 persen pertahun. Dalam hal ini rasanya memang sangat sulit untuk mencegahnya. Yang dapat kita lakukan hanyalah mengatasi dampak yang terjadi akibat peningkatan bahan bakar fosil ini.

Salah satu point yang harus kita perhatikan adalah keadaan sekitar pantai. Untuk menanggulangi kerusakan pantai pemerintah mengambil langkah dengan memindahkan populasi di sekitar pantai ke daerah yang lebih tinggi. Atau dapat juga meletakkan dinding pelindung di sekitar pantai agar dapat mencegah masuknya air laut. Berkiblat ke Amerika disana hewan-hewan dapat terselamatkan nyawanya yaitu dengan tetap menjaga habitatnya. Langkah yang ditempuh yaitu mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara, dengan begitu secara perlahan spesies-spesies disini pun pindah melalui sepanjang koridor yang dibangun menuju ke tempat yang lebih dingin.

Kita juga dapat melakukan usaha untuk memperlambat bertambahnya gas rumah kaca. Yaitu kita harus dapat mencegah setidaknya meminimalisir produksi gas rumah kaca. Selain itu, kalau memang tidak bisa diminimalisir produksi rumah kaca tersebut kita dapat mengupayakannya dengan mencegah pelepasan gas karbondioksida ke lingkungan. Yaitu kita dapat saja membuat tempat penyimpanan untuk komponen-komponen gas tersebut.

Mengatasi pemasan global yang sedang merajalela ini memang tidak bisa diselesaikan secara penuh dan singkat. Melainkan kita dapat mengatasinya secara perlahan melalui tahap demi tahap. (rda)

Bumi


Semakin hari bumi kita tercinta ini semakin disibukkan dengan permasalahan yang hampir mengakar. Permasalahan ini bukan hanya dialami satu Negara saja. Melainkan seluruh Negara dibelahan bumi ini juga sudah sangat khawatir terhadap keadaan bumi saat ini sampai beberapa tahun mendatang. Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia semakin meningkat pertahunnya. Peningkatan ini diperkirakan hingga 1 persen pertahun. Dalam hal ini rasanya memang sangat sulit untuk mencegahnya. Yang dapat kita lakukan hanyalah mengatasi dampak yang terjadi akibat peningkatan bahan bakar fosil ini.


Salah satu point yang harus kita perhatikan adalah keadaan sekitar pantai. Untuk menanggulangi kerusakan pantai pemerintah mengambil langkah dengan memindahkan populasi di sekitar pantai ke daerah yang lebih tinggi. Atau dapat juga meletakkan dinding pelindung di sekitar pantai agar dapat mencegah masuknya air laut. Berkiblat ke Amerika disana hewan-hewan dapat terselamatkan nyawanya yaitu dengan tetap menjaga habitatnya. Langkah yang ditempuh yaitu mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara, dengan begitu secara perlahan spesies-spesies disini pun pindah melalui sepanjang koridor yang dibangun menuju ke tempat yang lebih dingin.


Kita juga dapat melakukan usaha untuk memperlambat bertambahnya gas rumah kaca. Yaitu kita harus dapat mencegah setidaknya meminimalisir produksi gas rumah kaca. Selain itu, kalau memang tidak bisa diminimalisir produksi rumah kaca tersebut kita dapat mengupayakannya dengan mencegah pelepasan gas karbondioksida ke lingkungan. Yaitu kita dapat saja membuat tempat penyimpanan untuk komponen-komponen gas tersebut.


Mengatasi pemasan global yang sedang merajalela ini memang tidak bisa diselesaikan secara penuh dan singkat. Melainkan kita dapat mengatasinya secara perlahan melalui tahap demi tahap.